Mungkin sebelumnya anda sudah mengenal stock split, dimana saham emiten yang ada di pasaran dipecah berdasarkan lembar sahamnya. Walhasil nilainya lebih kecil namun jumlah lembaran sahamnya menjadi meningkat dan likuid di pasar efek.
Nah, sebagai investor anda juga harus tahu bahwa nilai saham itu tidak hanya bisa bertambah namun juga berkurang dari segi lembar sahamnya. Tentunya ada beberapa faktor yang melatarbelakangi mengapa lembar saham juga bisa berkurang.
Kondisi ini dinamakan sebagai reverse stock. Jelasnya anda harus memahami apa dan bagaimana kondisi reverse stock bisa terjadi. Selain itu sebagai investor, anda juga harus memahami apakah reverse stock dapat memengaruhi kepemilikan saham atau tidak.
Apa Itu Reverse Stock?
Reverse Stock adalah ketika rasio lembar saham yang beredar di pasaran menjadi lebih ringkas oleh emiten. Jadi reverse stock mengacu pada lembaran saham yang diringkas rasionya, bukan berarti dibeli kembali sebagaimana praktek buyback.
Praktek reverse stock ini lebih tepatnya merupakan kebalikan dari stock split dimana lembar sahamnya justru bertambah. Jika stock split membagi saham ke dalam beberapa lembar, reverse stock justru meringkasnya menjadi satu lembar nilai saham.
Sebagaimana stock split, rasio yang digunakan biasanya menggunakan 5:1 (dalam stock split rasionya terbalik 1:5).
Misalnya, anda telah memegang saham X dengan jumlah 100 lot saham. Maka jika emiten menghendaki kebijakan reverse stock, jumlah lembar saham anda saat ini hanya tinggal 20 lot saham saja.
Sama dengan kebijakan stock split, keberadaan nilainya ada yang bertambah. Namun jika dalam stock split jumlah lembar sahamnya bertambah, maka dalam reverse stock nilai sahamnya yang justru akan lebih tinggi meskipun lembar sahamnya berkurang.
Mengapa Emiten Melakukan Reverse Stock
Jika anda sebelumnya mengenal latar belakang emiten melakukan buyback, maka sebetulnya bisa dikatakan sama saja dari segi tujuannya. Tujuannya yaitu meningkatkan harga saham agar tidak jatuh terlalu dalam dan meningkatkan kepercayaan saham di mata investor.
Namun, karena praktek buyback dan reverse stock berbeda dari segi prinsipnya, maka ada alasan lain mengapa di satu sisi emiten lebih memilih praktek reverse stock ini, diantaranya:
Menjaga Stabilitas Nilai Saham Tanpa Menggelontorkan Modal Beli
Kita tahu bahwa buyback pada prinsipnya adalah membeli kembali saham ketika harganya sudah murah atau jatuh. Namun tidak semua emiten bisa melakukannya karena menyangkut modal yang harus dikeluarkan ketika membelinya kembali.
Reverse stock inilah salah satu solusi emiten untuk mengatasi hal tersebut. Emiten tinggal meringkas kepemilikan saham tanpa sedikitpun mengurangi nilainya. Harapannya sama dengan praktek buyback, harganya meningkat kembali dengan mengembalikan kepercayaan investor yang sudah membeli sebelumnya.
Mengembalikan Neraca Keuangan
Konsep reverse stock pada dasarnya adalah membatasi kepemilikan saham dengan meringkas lembaran saham. Dengan kata lain emiten dapat menghemat pengeluaran ketika saham tengah menurun permintaannya.
Hasilnya adalah dengan harga saham yang lebih stabil, emiten dapat mendorong kembali neraca keuangan terhadap modal yang masuk dan keluar. Hal ini juga menguntungkan bagi investor yang tadinya hendak melakukan cut loss, mengingat saham nantinya tetap akan punya nilai untung.
Mengatur Kepemilikan Permodalan
Meringkas jumlah saham artinya emiten dapat mengatur kembali kepemilikan saham sehingga tujuan perusahaan yang belum terlaksana dapat dijalankan. Ini dikarenakan kontrol dari pemilik saham akan menjadi lebih efisien.
Selain itu investor tetap akan aman keuntungan dan kepercayaannya meskipun lembar sahamnya berkurang. Karena efisiensi yang dihasilkan reverse stock ini jauh lebih kecil resikonya jika dibandingkan dengan buyback ataupun jika menjual seluruh kepemilikan saham.